EUTHANASIA MENURUT KUHP DAN KODE ETIK KEDOKTERAN

Di dalam pasal 344 KUHP dinyatakan: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sunguh-sunguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.” Berdasarkan pasal ini, seorang dokter bias dituntut oleh penegak hukum, apabila ia melakukan euthanasia, walaupun atas permintaan pasien dan keluarga yang bersangkutan, karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.

Hanya saja isi pasal 344 KUHP itu masih mengandung masalah. Sebagai terlihat pada pasal itu, bahwa permintaan menghilangkan nyawa itu harus disebut dengan nyata dan sungguh-sungguh. Maka bagaimanakah pasien yang sakit jiwa, anak-anak, atau penderita yang sedang comma. Mereka itu tidaklah mungkin membuat pernyataan secara tertulis sebagai tanda bukti sungguh-sungguh. Sekiranya euthanasia dilakukan juga, mungkin saja dokter atau keluarga terlepas dari tuntutan pasal 344 itu, tetapi ia tidak bias melepaskan diri dari tuntutan pasal 388 yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.” Dokter melakukan tindakan euthanasia (aktif khususnya), bisa diberhantikan dari jabatannya, karena melanggar etik kedokteran.

Di dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri Kesehatan Nomor: 434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal 10: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.” Kemudian di dalam penjelasan pasal 10 itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri yang kuat pada setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia ialah mempertahankan hidupnya. Usaha untuk itu merupakan tugas seorang dokter. Dokter harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani, berarti bahwa baik menurut agama dan undang-undang Negara, maupun menurut Etika Kedokteran, seorang dokter tidak dibolehkan:

a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus).

b. Mengakhiri hidup seseorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia).

Jadi sangat tegas, para dokter di Indinesia dilarang melakukan euthanasia. Di dalam kode etika itu tersirat suatu pengertian, bahwa seorang dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya

About ryancdrm

i am student. i am 18 years old and study at medical faculty. just wanna share to the "world" with this blog. keep moving forward
This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment